Catatan

Tunjukkan catatan dari Februari, 2014

Hikmah kembara

Back to my super ordinary life. Kembali menghirup udara tak berapa segar. Kembali menghadap sampah sampah tak terurus di tepi jalan. Kembali berhadapan dengan kerenah arab yang macam macam. Err mungkin kembali serabut?  Tapi.   Kembali menjejak langkah bertapak di bumi ini cukup membuat aku menghirup nafas syukur. Cukup membuat aku rasa lega yang teramat.   Jaulah selama sepuluh hari di bumi eropah cukup membuat aku mengerti dan faham kenapa Allah tempatkan aku di Jordan. Ya, memang aku perlu banyak sabar dengan banyak perkara. Tapi rasanya itu lebih menenangkan daripada rasa kusut dan serabut dengan memikirkan solat dekat mana, makanan halal macam mana, dengan anjing merata-rata. Semua ada cabaran masing masing. Mungkin ini hanya pandangan bagi perjalanan sepuluh hari. Dan mungkin jika safar itu lebih lama aku akan mampu lebih fleksibel dalam mengawal keadaan dan menerima situasi. Tapi jelasnya mungkin aku lebih rela berhadapan cabaran di sini. Di bumi Jordan seadanya.  Okay

The pious man and the shopkeeper.

There lived a pious man all by himself, who spent most of his time in praying, fasting and praising Allah. Almost all his waking hours were utilised in meditation and devotions. He was very happy with his spiritual progress. No wicked thoughts came to his mind and no evil temptations entered his heart. One night, he dreamt a rather disturbing dream. He saw that a shopkeeper in the town was far superior to him in spirituality and that he must go to him to learn the basics of true spiritual life. In the morning, the pious man went in search of the shopkeeper. He found him busy with his customers, selling goods and collecting money with a cheerful face. He sat there in a corner of the shop and watched the shopkeeper carefully. No signs of any spiritual life at all, he said to himself. His dream could not be true. But then he saw the shopkeeper disappear to pray his Salah. When he returned, he was busy dealing with money matters again. The shopkeeper noticed the pious man sitting in

memalukan tanpa sedar

Situasi 1: "Baiklah, hari ni saya akan perkenalkan mentor-mentor untuk subjek ini. Mentor-mentor ini saya pilih berdasarkan keputusan peperiksaan yang lalu. Yang pertama, Siti Zubaidah," kata Shamirah selaku ketua Biro Akademik. "Zubaidah, boleh berdiri kot, bagi orang kenal" bisik Shamirah pada Zubaidah. Zubaidah akur, bangun dengan awkward nya. Sengih. "Seterusnya, Zaleha," Shamirah meneruskan. Zaleha angkat tangan. Tak mahu berdiri. Segan mungkin. "Bangun la sayang", cuit Shamirah. "Hmmm. Ala, takpela, bukan formal pun." Shamirah malas mahu bicara panjang lantas meneruskan nama mentor yang lain. Tanpa sedar Siti Zubaidah yang tadi pertama namanya disebut sudah memerah muka. Segan agaknya berdiri seorang. 'Orang lain pun mentor juga, tapi dia seorang je yang berdiri.' Zubaidah malu. Terasa macam dia syok sendiri. Memikirkan apa agaknya pandangan teman lain terhadap dirinya. Situasi 2: Sahabat bertiga i