Madly Nothing
Ada satu saat keletihan adalah sumpahan yang mengalir dari segenap udara terhela, Mel tak mahu lagi bernafas dan kelegaan terasa begitu payah. Sekumin keluh belum terlepas dan setiap langkah seakan mengheret beban bayang-bayang. Mel cuba untuk bercerita, pada sebaris cahaya matahari yang masuk melalui puing tingkap, atau angin panas (bukan El Nino) yang setia, tapi rupanya sepatah abjad pun tak larat merangkai mandiri menjadi baris ayat. Mel cuba pula mengangkat pena atau melukis di udara, memahamkan pendirian dengan kata-kata atau apa saja, terjemahan nuansa yang merancu beda mahu dinukilkan, tapi rupanya dakwat telah habis dan warna-warna juga telah tiada. Tulang belakang menyangga sekeping daging yang sarat letih, bunyi anjing masih menyalak dari tanah paling atas, tapi harapan terlalu perlahan beroleng di hujung mata- menjadi busa putih yang tak meninggalkan apa-apa.
Pernah satu waktu seribu manusia pun yang mendekat dan mencuri jarak, masih saja senja, hujan, atau bintang lebih rasa merindui dan memiliki.Tapi yang paling Mel takutkan adalah saat dia tak lagi merasa apa-apa, tak merasa perlu, tak merasa ingin, dan dia sudah tidak lagi merasai sakit. Dan saat ini dia faham semuanya.
Dia jatuh lagi. Bezanya kali ini dia tak merasa apa-apa.
Pernah satu waktu seribu manusia pun yang mendekat dan mencuri jarak, masih saja senja, hujan, atau bintang lebih rasa merindui dan memiliki.Tapi yang paling Mel takutkan adalah saat dia tak lagi merasa apa-apa, tak merasa perlu, tak merasa ingin, dan dia sudah tidak lagi merasai sakit. Dan saat ini dia faham semuanya.
Dia jatuh lagi. Bezanya kali ini dia tak merasa apa-apa.
Ulasan
Catat Ulasan